Kisah Inspiratif Ratchanok Intanon
Debut pertama Saina Nehwal di Olimpiade Beijing lima tahun lalu
mengejutkan banyak pihak. Anak didik Pulella Gopichand itu berhasil
mengalahkan unggulan keempat, Wang Chen di 16 besar namun harus mengakui
kehebatan Maria Kristin Yulianti di Perempat Final padahal ia sudah
unggul 11-3 di gim penentuan. Partai epik itu ternyata terulang di
Olimpiade London, Agustus tahun lalu. Kali ini sosok Ratchanok Intanon,
yang nyaris saja menginjakkan kaki di Semifinal Olimpiade pertamanya,
namun Wang Xin terlalu tangguh.
Sama seperti Saina, Ratchanok Intanon
berhasil mengalahkan lawan yang kuat di babak 16 besar, yakni Juliane
Schenk dengan skor 21-16, 21-15 untuk menginjakkan kaki di Perempat
final pada debut Olimpiade pertamanya. Di partai perempat Final, ia
berjumpa dengan unggulan kedua, Wang Xin. Penampilannya saat itu membuat
kita terkejut. Ia sudah mengantongi gim pertama 21-17 dan tinggal
beberapa poin untuk mencapai Semifinal pertamanya.
Tapi di poin kritis itu, Wang Xin bangkit untuk meraih poin beruntun
hingga balik menutup gim kedua 21-18 dan memaksakan rubber. Di gim
penentuan, Xin menutup kemenangan 21-14 untuk memastikan All Chinese
Semifinal. “Kekalahan itu terus menghantuiku hingga kini, padahal aku sangat dekat dengan kemenangan,” ujar tiga kali Juara Dunia Junior itu.
Usai kekalahan itu, ia sempat menangis ketika melihat wajah kedua orang tuanya. “Saya
merasa seolah-olah saya telah mengecewakan mereka, dan begitu aku
melihat wajah ibu dan ayah, aku tidak bisa menahan tangis,” begitu ujar Ratchanok.
Tapi ia memutuskan untuk tidak terus kecewa. Di Olimpiade Rio, ia menargetkan untuk membawa pulang medali ke Bangkok. “Saya
berhasil mencapai perempat final di Olimpiade pertama saya. Empat tahun
kedepan, saya akan mencoba untuk membawa pulang medali sebagai hadiah
untuk Thailand. Jika saya tidak bisa melakukannya (di Rio), masih ada
Olimpiade 2020 dan Olimpiade selanjutnya,” tutur pemain yang masih berkarir sangat panjang itu.
Kisah perjalanan yang mirip dengan Saina itu membuat saya optimis bahwa
Ratchanok Intanon kemungkinan besar akan menggantikan posisi Saina di
podium peraih medali di Olimpiade Rio 2016. Soal perjalanan di
Olimpiade, kisah Intanon mungkin mirip dengan Saina, tapi tidak untuk
kisah kehidupan nyata Intanon. Kalau anda mendengarnya, mungkin anda
akan terinspiratif.
Datang dari desa yang terpencil di Thailand, dimana penduduknya
kebanyakan tertinggal, kedua orang tua Ratchanok memutuskan pindah untuk
bekerja di salah satu pabrik kecil sebagai buruh. Ratchanok kecil pun
harus ikut dengan kedua orang tuanya, termasuk saat kedua orang tuanya
sedang bekerja di pabrik kecil yang memproduksi makanan tradisional
Thailand itu.
Bukan hanya Ratchanok, banyak anak-anak kecil lain yang berlalu lalang
di pabrik kecil itu. Pemilik pabrik pun waswas, pasalnya banyak bagian
pabrik yang berbahaya, seperti karamel, gas dan api yang panas. Untuk
mengatasi hal itu, akhirnya anak-anak (termasuk Intanon) disekolahkan di
Sekolah Bulutangkis Banthongyord yang juga dimiliki oleh pemilik pabrik
itu.
“Beberapa pemain bulutangkis adalah anak-anak dari pekerja saya.
Saya melihat mereka bermain di dekat orang tua mereka ketika kedua orang
tuanya bekerja dan kecelakaan bisa saja terjadi. Sejak saat itu, kami
memutuskan untuk mengirim mereka bermain bulutangkis,” kata Kamala, sang pemilik.
Tak terduga, bakatnya ternyata terasah di sana. Sekolah Bulutangkis ini
pun dikenal karena menghasilkan Juara Dunia Junior, Ratchanok Intanon
dan beberapa bakat lain, seperti Pisid Potchalad yang menjadi peraih
medali emas Olimpiade Pemuda 2010. “Dia pasti hanya seorang gadis biasa jika tidak diberi kesempatan ini,”tambah Kamala.
Pelatih pertamanya, Xie Zhinhua mengaku bahwa apa yang telah diraih oleh Ratchanok bukan dari bakat, tapi kerja keras. “Di
dunia ini, Tidak ada orang yang berbakat, hanya ada kerja keras. Tidak
ada seorang pun yang bisa berlatih 365 hari dalam setahun seperti dia.
Dia berlatih setiap hari,” kata Xie.
Lalu yang paling membuat hati saya terenyuh, sosok yang masih kecil ini
mengaku bermain bulutangkis demi mengeluarkan keluarganya dari
kemiskinan. “Saya ingin menjadi pemain nasional dan bermain untuk
negara. Itu adalah satu-satunya cara saya membantu orang tua untuk
meningkatkan status sosial kami dan meninggalkan kemiskinan,” katanya dengan emosional.
“Saya ingin orang tua saya untuk memiliki rumah sendiri dan mobil.
Saya ingin memberi mereka kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak pernah
memiliki apa-apa,”tutupnya. Sekarang ia berhasil melakukannya.
Bukan saja menjadi pemain nasional, ia sudah menjadi pemain tunggal
putri papan atas yang menduduki peringkat 8 dunia. Saat ini orang-orang
menghormati keluarganya, dan tentu saja, ia mengeluarkan keluarganya
dari kemiskinan.
Setiap prestasi yang diraih seseorang, ada kerja keras dibelakangnya.
Untuk tujuan yang baik, Tuhan akan selalu mengambulkannya. Lihat apa
yang dilakukan Ratchanok, dengan Bulutangkis, ia mengeluarkan
keluarganya dari kemiskinan…
0 komentar:
Posting Komentar